Tugas mata kuliah Ilmu Budaya Dasar membuat makalah tentang Manusia dan Kebudayaan


Nama    : Randy Adityanda
Kelas     : 1KA27
NPM      : 14117950

Daftar Isi

Daftar Isi
Kata Pengantar
Latar Belakang Manusia dan Kebudayaan
BAB I
A.          Manusia
B.           Hakekat Manusia
C.          Kepribadian Bangsa Timur
BAB II
A.          Pengertian Kebudayaan
B.           Unsur-unsur Kebudayaan
C.          Wujud Kebudayaan
BAB III
A.          Orientasi Nilai Kebudayaan
B.           Perubahaan Kebudayaan
C.          Kaitan Manusia dan Kebudayaan
BAB IV
A.          Kesimpulan
B.           Saran

Daftar Pustaka


Kata Pengantar
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang Manusia dan Kebudayaan.
Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang Manusia dan Kebudayaann ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.


Latar Belakang Manusia dan Kebudayaan
          Manusia dan Kebudayaan merupakan dua hal yang sangat erat terkait satu sama lain. Dalam pembahasan awal mengenai mata kuliah IBD kita sudah bicarakan bahwa kedua hal tersebut merupakan dasar bagi pembahasan materi-materi selanjutnya. Dalam uraian ini kita akan mencoba membahas tentang pengertian-pengertian dasar tentang manusia dan kebudayaan. Uraian ini dimaksudkan untuk memberikan dasar yang lebih kuat untuk pembahasan tentang materi IBD.
Ø   BAB I
A.           Manusia
Manusia di alam dunia ini memegang peranan yang unik, dan dapat dipandang dari banyak segi. Dalam ilmu eksakta, manusia dipandang sebagai kumpulan dari partikel-partikel atom yang membentuk jaringan-jaringan sistem yang dimiliki oleh manusia (ilmu kimia), manusia merupakan kumpulan dari energi (ilmu fisika), manusia merupakan makhluk biologis yang tergolong dalam golongan manusia mamalia (biologi). Dalam ilmu-ilmu sosial, manusia merupakan makhluk yang ingin memperoleh keuntungan atau selalu memperhitungkan setiap kegiatan, sering disebut dengan homo economicus (ilmu ekonomi), manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat berdiri sendiri (sosiologi), makhluk yang selalu ingin mempunyai kekuasaan (politik), makhluk yang berbudaya, sering disebut homo-humanus (filsafat), dan lain sebagainya.
Ada dua pandangan yang akan kita jadikan acuan untuk menjelaskan tentang unsur-unsur yang membangun manusia

1.      Manusia itu terdiri dari empat unsur yang saling terkait, yaitu
a.    Jasad, yaitu     : Badan kasar manusia yang nampak dari luarnya, dapat diraba dan  difoto, dan menempati ruang dan waktu
b.    Hayat, yaitu    : Mengandung unsur hidup, yang ditandai dengan gerak.
c.    Ruh, yaitu       : Bimbingan dan pimpinan Tuhan, daya yang bekerja secara spiritual dan memahami kebenaran, suatu kemampuan mencipta yang bersifat konseptual yang menjadi pusat lahirnya kebudayaan.
d.    Nafs, dalam pengertian diri atau keakuan, yaitu kesadaran tentang diri sendiri.
2.      Manusia sebagai satu kepribadian mengandung tiga unsur, yaitu  :
a.    Id, yang merupakan struktur kepribadian yang paling primitif dan paling tidak nampak. Id merupakan libido murni, atau energi psikis yang menunjukkan ciri alami yang irrasional dan terkait dengan sex, yang secara instingual menentukan proses-proses ketidaksadaran (unconcious). Id tidak berhubungan dengan lingkungan luar diri, tetapi terkait dengan struktur lain kepribadian yang pada gilirannya menjadi mediator antara insting Id dengan dunia luar. Terkukung dari realitas dan pengaruh sosial, Id diatur oleh prinsip kesenangan, mencari kepuasan instingual libidinal yang harus dipenuhi baik secara langsung melalui pengalaman seksual, atau tidak langsung melalui mimpi khayalan. Proses pemenuhan kepuasan yang disebutkan terakhir yang dilakukan secara tidak langsung disebut sebagai proses primer. Objek yang nyata dari pemuasan kebutuhan langsung dalam prinsip kesenangan ditentukan oleh tahap psikoseksual dari perkembangan individual.
b.    Ego, merupakan bagian atau struktur kepribadian yang pertama kali dibedakan dari Id, seringkali disebut sebagai kepribadian “eksekutif” karena peranannya dalam menghubungkan energi Id ke dalam saluran sosial yang dapat dimengerti oleh orang lain. Perkembangan ego terjadi antara usia satu dan dua tahun, pada saat anak secara nyata berhubungan dengan lingkungannya. Ego diatur oleh prinsip realitas, Ego sadar akan tuntunan lingkungan luar, dan mengatur tingkah laku sehingga dorongan instingual Id dapat dipuaskan dengan cara yang dapat diterima. Pencapaian objek-objek khusus untuk mengurangi energi libidinal dengan cara yang dalam lingkungan sosial dapat diterima disebut sebagai proses sekunder.
c.    Superego, merupakan struktur kepribadian yang paling akhir, muncul kira-kira pada usia lima tahun. Dibandingkan dengan Id dan Ego, yang berkembang secara internal dalam diri individu, Superego terbentuk dari lingkungan eksternal. Jadi superego merupakan kesatuan standar-standar moral yang diterima oleh ego dari sejumlah agen yang mempunyai otoritas di dalam lingkungan luar diri, biasanya merupakan asimilasi dari pandangan-pandangan orang tua. Baik aspek negative maupun positif dari standar moral tingkah laku ini diwakilkan atau ditunjukkan oleh Superego. Kode moral positif disebut ego ideal, suatu perwakilan dari tingkah laku yang tepat bagi individu untuk dilakukan. Kesadaran membentuk aspek negated dari superego, dan menentukan hal-hal mana yang termasuk dala kategori tabu, yang mengatur bahwa penyimpangan dari aturan tersebut akan menyebabkan dikenakannya sanksi, Superego dan Id berada dalam kondisi konflik langsung, dan ego menjadi penengah atau mediator. Jadi, superego menunjukkan pola aturan yang dalam derajat tertentu menghasilkan control diri melalui sistem imbalan dan hukuman yang terinternalisasi.
B.            Hakekat Manusia
a.             Makhluk ciptaan Tuhan yang terdiri dari tubuh dan jiwa sebagai satu kesatuan yang utuh
Tubuh adalah materi yang dapat dilihat, diraba, dirasa, wujud konkrit tetapi tidak abadi. Jika manusia itu meninggal, tubuh hancur dan lenyap. Jiwa terdapat didalam tubuh, tidak dapat dilihat, tidak dapat diraba, sifatnya abstrak tetapi abadi, jika manusia meninggal, jiwa lepas dari tubuh dan kembali ke asalnya yaitu Tuhan, dan jiwa tidak mengalami kehancuran. Jiwa adalah roh yang ada di dalam tubuh manusia sebagai penggerak dan sumber kehidupan.
b.             Makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna, jika dibandingkan dengan makhluk lainnya.
Kesempurnaannya terletak pada adab dan budayanya, karena manusia dilengkapi oleh penciptanya dengan akal, perasaan, dan kehendak yang terdapat didalam jiwa manusia. Dengan akal (ratio) manusia mampu menciptakan ilmu pengetahuan dan teknologi. Adanya nilai baik dan buruk, mengharuskan manusia mampu mempertimbangkan, menilai dan berkehendak menciptakan kebenaran, keindahan, kebaikan atau sebaliknya. Selanjutnya dengan adanya perasaan, manusia mampu menciptakan kesenia. Daya rasa (perasaan) dalam diri manusia itu ada dua macam, yaitu perasaan inderawi dan perasaan rohani. Perasaan inderawi adalah rangsangan jasmani melalui pancaindra, tingkatnya rendah dan terdapat pada manusia atau bintang, Perasaan rohani adalah luhur yang hanya terdapat pada manusia misalnya      :
1.      Perasaan Intelektual, yaitu perasaan yang berkenaan dengan pengetahuan. Seseorang merasa senang atau puas apabila ia dapat mengetahui sesuatu, sebaliknya tidak senang atau tidak puas apabila ia tidak berhasil mengetahui sesuatu
2.      Perasaan Estetis, yaitu perasaan yang berkenaan dengan keindahan. Seseorang merasa senang apabila ia melihat atau mendengar sesatu yang indah, sebaliknya timbul perasaan kesal apabila tidak indah.
3.      Perasaan Etis, yaitu perasaan yang berkenaan dengan kebaikan. Seseorang merasa senang apabila sesuatu itu, sebaliknya perasaan benci apabila sesuatu itu jahat.
4.      Perasaan Diri, yaitu perasaan yang berkenaan dengan harga diri karena ada kelebihan dari yang lain. Apabila sesorang memiliki kelebihan pada dirinya, ia merasa tinggi, angkuh, dan sombong, sebaliknya apabila ada kekurangan pada dirinya ia merasa rendah diri (minder).
5.      Perasaan Sosial, yaitu perasaan yang berkenaan dengan kelompok atau korp atau hidup bermasyarakat, ikut merasakkan kehidupan orang lain. Apabila orang berhasil, ia ikut senang, apabila orang gagak, memperoleh musibah, ia ikut sedih.
6.      Perasaan Religius, yaitu perasaan yang berkenaan dengan agama atau kepercayaan. Seseorang merasa tentram jiwanya apabila ia tawakal kepada Tuhan, yaitu mematuhi segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
Adanya kehendak dari setiap manusia mampu emciptakan perilaku tentang kebaikan menurut moral.
c.             Makhluk biocultural, yaitu makhluk hayati yang budayawi
Makhluk adalah produk dari saling tindak atau interaksi faktor-faktor hayati dan budayawi. Sebagai makhluk hayati, mannusia dapat dipelajari dari segi-segi anatomi, fisiologi atau faal, biokimia, psikobiolobi, patologi, genetika, biodemografi, evolusi biologisnya, dan sebagainya. Sebagai makhluk budayawi manusia dapat dipelajari dari segi-segi : kemasyarakatan, kekerabatan, psikologi social, kesenia, ekonomi, perkakas, Bahasa, dan sebagainya.
d.      Makhluk ciptaan Tuhan yang terkait dengan lingkungan (ekologi), mempunyai kualitas dan martabat karena kemampuan bekerja dan berkarya
Soren Kienkegaard seorang filsuf Denmark pelopor ajaran “eksistensialisme” memandang manusia dalam konteks kehidupan konkrit adalah makhluk alamiah yang terikat dengan lingkungannya (ekologi), memiliki seifat-sifat alamiah dan tunduk pada hukum alamiah pula.
Hidup manusia mempunyai tiga taraf, yaitu estetis, etis, dan religious. Dengan etis, manusia meningkatkan kehidupan estetis ke dalam tingkatan manusiawi dalam bentuk-bentuk keputusan bebas dan dipertanggungjawabkan. Dengan kehidupan religious, manusia menghayati pertemuannya dengan Tuhan.
Semakin dekat seseorang dengan Tuhan, semakin dekat pula ia menuju kesemmpurnaan dan semakin jauh ia dilepaskan dari rasa kekhawatiran. Semakin mendalam pengahayatan terhadap Tuhan semakin bermakna pula kehidupannya, dan akan terungkap pula kenyataan manusia individual atau kenyataan manusia subjektif yang memiliki harkat dan martabat tinggi.
C.           Kepribadian Bangsa Timur
Francis L.K Hsu, sarjana Amerika keturunan Cina yang mengkombinasikan dalam dirinya keahlian didalam ilmu antropologi, ilmu psikologi, ilmu filsafat dan kesusastraan cina klasik. Karya tulisamya berjudul Psychological Homeostatis Cina Klasis. Majalah American Anthropologist, jilid 73 tahun 1971.
Ilmu psikologi yang memang berasal dan timbul dalam masyarakat Barat, dimana konsep individu itu mengambil tempat yang amat penting, biasanya menganalisis jiwa manusia dengan terlampau banyak menekan kepada pembatasan konsep individu sebagai kesatuan analisis tersendiri
Sampai sekarang, ilmu psikologi di negara-negara Barat itu terutama mengembangkan konsep-konsep dan teori-teori mengenai aneka warna isi jiwa, serta metode-metode dan alat-alat masih kurang mengembangkan konsep-konsep yang dapat menganalisis jaringan berkait antara jiwa individu dan lingkungan sosial budayanya.
Untuk menghindari pendekatan terhadap jiwa manusia itu, hanya sebagai subjek yang terkandung dalam bata individu yang terisolasi, maka Hsu telah mengembangkan suatu konsepsi, bahwa dalam jiwa manusia sebagai makhluk sosial budaya itu mengandung delapan daerah yang seolah-olah seperti lingkaran-lingkaran konsentris sekitar diri pribadi.
Usul Francis L.K Hsu, agar para ahli pskologi tidak hanya memakai konsep barat mengenai kepribadian itu, tetapi juga memperhatikan unsur hubungan mesara dan bakti itu. Manusia yang selaras dan berkepribadian adalah yang dapat menjaga keseimbangan hubungan anrata diri kepribadiannya dengan lingkungan sekitarnya, terutama lingkungan sekitarnya yang paling dekat dan paling serius, kepada siapa ia dapat mencurahkan rasa cinta, kemesraan dan baktinya.
Banyak orang masih sering mempersoalkan perbedaan antara kebudayaan Barat dan kebudayaan Timur. Padahal konsep itu berasal dari orang Eropa Barat dalam zaman ketika mereka berexpansi menjelajahi dunia, menguasai wilayah luas di Afrika, Asia dan Oceania, dan memantapkan pemerintah-pemerintah jajahan mereka dimana-mana. Semua kebudayaan di luar kebudayaan mereka di Eropa Barat disebutnya kebudayaan Timue, sebagai lawannya kebudayaan mereka sendiri yang mereka sebut kebudayaan Barat.
Orang-orang yang sering mendiskusikan kontras antara kedua konsep tersbut secara populer, bisanya menyangka bahwa Kebudayaan Timur lebih mementingkan kehidupan kerohanian, mistik, pikiran preologis, keramahtamahan, dan gotong royong. Sedangkan kebudayaan Barat lebih mementingkan kebendaan, pikiran logis, hubungan asas guna (hubungan hanya berdasarkan prinsip guna), dan individualisme.

Ø   BAB II
A.           Pengertian Kebudayaan
Apabila kita berbicara tentang kebudayaan, maka kita akan langsung berhadapan dengan pengertian istilahmya. Pengertian kebudayaan menyangkut bermacam-macam definisi yang telah dipikirkan oleh sarjana-sarjana bidang sosial budaya diseluruh dunia.
Dua orang antropologi terkemuka yaitu Melville J. Herkovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa Cultural Determinism berarti segala sesuatu yang terdapat di dalam masyarakat ditentukan adanya oleh kebudayaan yang dimiliki masyarakat itu. Herkovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang superorganic, karena kebudayaan yang turun temurun dari generasi ke generasi hidup terus. Walaupun orang-orang yang menjadi anggota masyarakat senantiasa silih berganti disebabkan kematian dan kelhiran. Pengertian kebudayaan meliputi bidang yang luasnya seolah-olah tidak ada batasnya. Dengan demikian sukar sekali untuk mendapatkan pembatasan pengertian atau definisi yang tegas dan terinci yang mencakup segala sesuatu yang seharusnya termasuk dalam pengertian tersebut. Dalam pengertian sehari-hari istilah kebudayaan sering diartikan sama dengan kesenian, terutama seni suara dan seni tari.
Kebudayaan jika dikaji dari asal kata Bahasa sansekerta berasal dari kata budhayah yang berarti budi atau akal. Dalam Bahasa latin, kebudayaan berasal dari kata colere, yang berarti mengolah tanah, jadi kebudayaan secara umum dapat diartikan sebagai “segala sesuatu yang dihasilkan oleh akal budi (pikiran) manusia dengan tujuan untuk mengolah tanah atau tempat tinggalnya, atau dapat pula diartikan segala usaha manusia untuk dapat melangsungkan dan mempertahankan hidupnya di dalam lingkunganya”. Budaya dapat pula diartikan sebagai himpunan pengalaman yang dipelajari, mengacu pada pola-pola perilaku yang ditularkan secara sosial, yang merupakan kekhususan kelompok sosial, tertentu.
Kebudayaan dengan demikian mencakup segala aspek kehidupan manusia, baik yang sifatnya material, seperti peralatan-peralatan kerja dan teknologi, maupun yang non-material, seperti nilai kehidupan dan seni-seni tertentu.
Seorang antropologi yaitu E.B Tylor (1871), mendefinisikan kebudayaan sebagai berikut      :
Kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hokum, adat istiadat, dan kemampuan lain serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Dengan perkataan lain kebudayaan mencakup kesemuanya yang didapatkan atau dipelajari oleh manusia sebagai anggota masyarakat.
Selo Sumarjan dan Soelaeman Soemardi merumuskan kebudayaan sebagai semua hasil karya, rasa dan cipta masyarakat. Karya masyarakat menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaan atau kebudayaan jasmaniah yang diperlukan oleh manusia untuk menguasai alam sekitarnya, agar kekuatan serta hasilnya dapat diabdikan untuk masyarakat.
Sutan Takdir Alisyahbana mengatakan bahwa kebudayaan adalah manifestasi dari cara berpikir, hal inni luas apa yang disebut kebudayaan, sebab semua laku dan perbuatan tercakup di dalamnya, dan dapat diungkapkan pada basis dan cara berpikir, perasaan juga maksud pikiran.
Koentjaraningrat mengatakan, bahwa kebudayaan antara lain berarti keseluruhan gagasan dan karya manusia yang harus dibiasakannya dengan belajar beserta keseluruhan dari hasil budi pekertinya.
A.L Krober dan C. Kluckhon mengatakan, bahwa kebudayaan adalah manifestasi atau penjelmaan kerja jiwa manusia dalam arti seluas-luasnya.
C.A. Van Peursen mengatakan, bahwa dewasa ini kebudayaan diartikan sebagai manifestasi kehidupan setiap orang, dan kehidupan setiap kelompok orang-orang, berlainan dengan hewan-hewan, maka manusia tidak hidup begitu saja ditengah alam, melainkan selalu mengubah alam.

B.            Unsur-Unsur Kebudayaan
Untuk lebih mendalami kebudayaan, perlu dikenal beberapa masalah lain yang menyangkut kebudayaan. Misalnya apa yang disebut dengan unsur. Yang dimaksud dengan unsur disini adalah apa saja sesungguhnya kebudayaan itu, sehingaa kebudayaan disini lenih mengandung makna totalitas dari pada sekedar penjumlahan unsur-unsur yang terdapat di dalamnya.
Kebudayaan setiap bangsa atau masyarakat terdiri dari unsur-unsur besar maupun unsur-unsur kecil yang merupakan bagian dari suatu kebulatan yang bersifat sebagai kesatuan. Misalnya dalam kebudayaan Indonesia dapat dijumpai unsur besar seperti umpannya Majelis Permusyawaratan Rakyat disamping unsur-unsur kecil seperti sisir, kancing, baju, peniti, dan lain-lainnya yang dijual di pinggir jalan.
Beberapa orang sarjana, telah mencoba merumuskan unsur-unsur pokok kebudayaan, misalnya Melville J. Herkovits mengajukan pendapatnya tentang unsur kebudayaan. Dikatakannya bahwa hanya ada empat unsur dalam kebudayaan, yaitu alat-alat teknologi, system ekonomi, keluarga, dan kekuatan politik. Sedangkan Bronislaw Malinowski mengatakan bahwa unsur-unsur itu terdiri dari system norma, organisasi ekonomi, alat-alat Lembaga ataupun petugas Pendidikan, dan organisasi kekuatan.
C. Kluckhohn di dalam karyanya berjudul Universal Categories of Culture mengemukakan, bahwa ada tujuh unsur kebudayaan universal, yaitu     :
1.             Sistem Religi (system kepercayaan)
Merupakan produk manusia sebagai homo religieus. Manusia yang memiliki kecerdasar pikiran dan perasaan luhur, tanggap bahwa di atas kekuatan dirinya terdapat kekuatan lain yang maha besar. Karena itu manusia takut, sehingga menyembahnya dan lahirlah kepercayaan yang sekarang menjadi agama.
2.             Sistem Organisasi Kemasyarakatan
Merupakan produk dari manusai sebagai homo socius. Manusia sadar bahwa tubuhnya lemah, namun memiliki akal, maka disusunlah organisasi kemasyarakatan dimana manusia bekerja sama untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya.
3.             Sistem Pengetahuan
Merupakan produk manusia sebagai homo sapiens. Pengetahuan dapat diperoleh dari pemikiran sendiri, disamping itu didapat juga dari orang lain. Kemampuan manusia mengingat-ingat apa yang telah diketahui kemudian menyampaikannya kepada orang lain melalui Bahasa, menyebabkan pengetahuna menyebar luas. Lebih-lebih bila pengetahuan itu dibukukan, maka penyebarannya dapat dilakukan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
4.             Sistem Mata Pencaharian Hidup dan Sistem-Sistem Ekonomi
Merupakan produk manusia sebagai homo economicus menjadikan tingkat kehidupan manusia secara umum terus meningkat.
5.             Sistem Teknologi dan Peralatan
Merupakan produk dari manusia sebagai homo faber. Bersumber dari pemikirannya yang cerdas dan dibantu dengan tangannya yang dapat memegang sesuatu dengan erat, manusia dapat membuat dan mempergunakan alat. Dengan alat-alat ciptaannya itulah manusia dapat lebih mampu mencukup kebutuhannya daripada binatang.
6.             Bahasa
Merupakan produk dari manusia sebagai homo longuens. Bahasa manusia pada mulanya diwujudkan dalam bentuk tanda (kode) yang kemudian disempurnakan dalam bentuk Bahasa lisan, dan akhirnya menjadi bentuk bahasa tulisan.
7.             Kesenian
Merupakan hasil dari manusia sebagai homo aesteticus. Setelah manusia dapat mencukup kebutuhan fisiknya, maka dibutuhkan kebutuhan psiskisnya untuk dipuaskan. Manusia bukan lagi semata-mata memenuhi isi perut saja, mereka juga perlu pandangan mata yang indah, suara yang merdu, yang semuanya dapat dipenuhi melalui kesenian




C.           Wujud Kebudayaan
Menurut dimensi wujudnya, kebudayaan mempunyai tiga wujud, yaitu :
1.             Kompleks, Gagasan, Konsep dan Pikiran Manusia :
Wujud ini disebut system budaya, sifatnya abstrak, tidak dapat dilihat dan berpusat pada kepala-kepala manusia yang menganutnya, atau dengan perkataan lain, dalam alam pikiran warga masyarakat dimana kebudayaan bersangkut hidup. Kalua warga masyarakat tadi menyatakan gagasan mereka dalam tulisan, maka lokasi dari kebudayaan idela sering berada dalam karangan dan buku-buku hasil karya para penulis warga masyarakat yang bersangkutan. Sekarang kebudayaan ideal juga banyak tersimpan dalam disk, arsip, koleksi micro film dan microfish.
2.             Komplek Aktivitas :
Berupa aktivitas manusia yang saling berinteraksi, bersifat konkret, dapat diamati atau diobservasi. Wujud ini sering disebut sistem sosial. Sistem ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia-manusia yang berinteraksi, berhubungan, serta bergaul dengan yang lain dari detik ke detik, dari hari ke hari, dan dari tahun ke tahun, selalu menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sebagai rangkaian aktivitas manusia dalam masyarakat, sistem sosial bersifat konkret, terjadi disekelilingi kita sehari-hari, bisa diobservasi, difoto, dan didokumentasi.
3.             Wujud sebagai Benda :
Aktivitas manusia yang saling berinteraksi tidak lepas dari berbagai penggunaan peralatan sebagai hasil karya manusia untuk mencapai tujuannya. Aktivitas karya manusia tersebut menghasilkan benda untuk berbagai keperluan hidupnya. Kebudayaan dalam bentuk fisik yang konkret bisa juga disebut kebudayaan fisik, mulai dari benda yang diam sampai pada benda yang bergerak.
Ketiga wujud dari kebudayaan tadi, dalam kenyataan kehidupan masyarakat tak terpisah satu sama lain. Kebudayaan ideal dan adat istiadat mengatur dan memberi arah kepada tindakan-tindakan dam karya manusia. Baik pikiran-pikiran dan ide-ide, maupun tindakan dalam karya manusia, menghasilkan benda-benda kebudayaan fisiknya. Sebaliknya kebudayaan fisik membentuk suatu lingkungan hidup tertentu yang makinlama makin menjauhkan manusia dari lingkungan alamiahnya sehingga mempengaruhi pula pola-pola perbuatannya, bahkan juga cara berpikirnya.

Ø   BAB III
A.           Orientasi Nilai Budaya
Kebudayaan sebagai karya manusia memiliki sistem nilai. Menurut C. Kluckhohn dalam karyanya Variations in Value Orientation (1961) sistem nilai budaya dalam semua kebudayaan di dunia, secara universal menyangkut lima masalah pokok kehidupan manusia, yaitu :
1.             Hakekat hidup manusia (MH)
Hakekat hidup untuk setiap kebudayaan berbeda secara ekstrim, ada yang berusaha untuk memadamkan hidup, ada pula yang dengan pola-pola kelakuan tertentu menganggap hidup sebagai suatu hal yang baik. “mengisi hidup”


2.             Hakekat karya manusia (MK)
Setiap kebudayaan hakekatnya berbeda-beda, diantaranya ada yang beranggapan bahwa karya bertujuan untuk hidup, karya memberikan kedudukan atau kehormatan, karya merupakan gerak hidup untuk menambah karya lagi.
3.             Hakekat waktu manusia (WM)
Hakekat waktu untuk setiap kebudayaan berbeda-beda, ada yang berpandangan mementingkan orientasi masa lampau, ada pula yang berpandang untuk masa kini atau masa yang akan datang.
4.             Hakekat alam manusia (MA)
Ada kebudayaan yang menganggap manusia harus mengeksploitasi alam atau memanfaatkan alam semaksimal mungkin, ada pula kebudayaan yang beranggapan manusia harus harmonis dengan alam dan manusia harus menyerah kepada alam.
5.             Hakekat hubungan manusia (MN)
Dalam hal ini ada yang mementingkan hubungan manusia dengan manusia, baik secara horizontal (sesamanya) maupun secara vertikal (orientasi kepada tokoh-tokoh). Ada pula yang berpandangan individualistis (Menilai tinggi kekuatan sendiri).
B.            Perubahan Kebudayaan
Masyarakat dan kebudayaan dimanapun selalu dalam keadaan berubah, sekalipun masyarakat kebudayaan primitive yang terisolasi dari berbagai hubungan dengan masyarakat lainnya.
Tidak ada kebudayaan yang statis, semua kebudayaan mempunyai dinamika dan gerak. Gerak kebudayaan sebernanya adalah gerak manusia yang hidup dalam masyarakat yang menjadi wadah kebudayaan tadi. Gerak manusia terjadi oleh karena ia mengadakan hubungan-hubungan dengan manusia lainnya. Artinya, karena terjadi hubungan antar kelompok manusia di dalam masyarakat.
Terjadi gerak / perubahan ini disebabkan oleh beberapa hal :
1.             Sebab-sebab yang berasak dari dalam masyarakat dan kebudayaan sendiri, misal perubahan jumlah dan komposisi penduduk.
2.             Sebab-sebab perubahan lingkungan alam dan fisik tempat mereka hidup. Masyarakat yang hidupnya terbuka, yang berada dalam jalur-jalur hubungan dengan masyarakat dan kebudayaan lain, cenderung untuk berubah lebih cepat.
Perubahan ini, selain karena jumlah penduduk dan koposisinya, juga karena adanya difusi kebudayaan, penemuan-penemuan baru, khususnya teknologi dan inovasi.
Perubahan sosial dan perubahan kebudayaan berbeda. Dalam perubahan sosial terjadi perubahan struktur sosial  dan pola-pola hubungan sosial, antara lain, system politik dan kekuasaan, persebaran penduduk, system status, hubungan-hubungan di dalam keluarga.
Perubahan sosial adalah segala perubahan pada Lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat, yang mempengaruhi system sosialnya, termasuk didalamnya nilai-nilai, sikap-sikap dan pola-pola perilaku di antara kelompok-kelompok dalam masyarakat.
Sedangkan perubahan kebudayaan atau akulturasi terjadi apabila suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan pada unsur-unsur kebudayaan asing itu dengan lambat laun diterima dan diolah kedalam kebudayaan sendiri, tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri.
Perubahan kebudayaan ialah perubahan yang terjadi dalam system ide yang dimiliki Bersama oleh para warga masyarakat atau sejumlah warga masyarakat yang bersangkutan, antara lain aturan-aturan, norma-norma yang digunakan sebagai pegangan dalam kehidupan, juga teknologi, selera, rasa keindahan (kesenian), dan Bahasa.
Proses akulturasi di dalam sejarah kebudayaan terjadi dalam masa-masa silam. Biasanya suatu masyarakat hidup bertetangga dengan masyarakat-masyarakat lainnya dan antara mereka terjadi hubungan-hubungan, mungkin dalam lapangan perdagangan, pemerintahan dan sebagainya. Pada saat itulah unsur-unsur masing-masing kebudayaan saling menyusup. Proses migrasi besar-besaran, dahulu kala, mempermudah berlangsungya akulturasi tersebut. Beberapa masalah yang menyangkut proses tadi adalah :
A. Unsur-unsur kebudayaan asing manakah yang mudah diterima
B.     Unsur-unsur kebudayaan asing manakah yang sulit diterima
C.     Individu-individu manakah yang cepat menerima unsur-unsur yang baru
D.    Ketegangan-ketegangan apakah yang timbul sebagai akibat akulturasi tersebut.
Berbagai faktor yang mempengaruhi diterima atau tidaknya suatu unsut kebudayaan baru diantaranya :
1.    Terbatasnya masyarakat memiliki hubungan atau kontak dengan kebudayaan dan dengan orang-orang yang berasal dari luar masyarakat tersebut.
2.    Jika pandangan hidup dan nilai-nilai yang dominan dalam suatu kebudayaan ditentukan oleh nilai-nilai agama, dan ajaran ini terjalin erat dalam keseluruhan pranata yang ada, maka penerimaan unsur baru itu mengalami hambatan dan harus disensor dulu oleh berbagai ukuran yang berlandaskan ajaran agama yang berlaku
3.    Corak struktur sosial suatu masyarakat turut menentukan proses penerimaan kebudayaan baru. Misalnya system otoriter akan sukar meneriman unsur kebudayaan berlaku
4.    Suatu unsur kebudayaan diterima jika sebelumnya sudah ada unsur-unsur kebudayaan yang menjadi landasan bagi diterimanya unsur kebudayaan yang baru tersebut.
5.    Apabila unsur yang baru itu memiliki skala kegiatan yang terbatas, dan dapat dengan mudah dibuktikan kegunaannya oleh warga masyarakat yang bersangkutan.
C.           Kaitan Manusia dan Kebudayaan
Secara sederhana hubungan antara manusia dan kebudayaan adalah : manusia sebagai perilaku kebudayaan, dan kebudayaan merupakan objek yang dilaksanakan manusia. Tetapi apakah sesederhana itu hubungan keduanya?
Dari sisi lain, hubungan antara manusia dan kebudayaan ini dapat dipandang setara dengan hubungan antara manusia dengan masyarakat dinyatakan sebagai dialektis, maksudnya saling terkait satu sama lain. Proses dialektis ini tercipta melalui tiga tahap yaitu :
1.      Eksternalisasi, yaitu proses dimana manusia mengekspresikan dirinya dengan membangun dunianya, melalui eksternalisasi ini masyarakat menjadi kenyataan buatan manusia
2.      Objektivasi, yaitu proses dimana masyarakat menjadi realitas objekti, yaitu suatu kenyataan yang terpisah dari manusia dan berhadapan dengan manusia. Dengan demikian masyarakat dengan segala pranata sosialnya akan mempengaruhi bahkan membentuk perilaku manusia
3.      Internalisasi, yaitu proses dimana masyarakat disergap kembali oleh manusia, maksudnya bahwa manusia mempelajari kembali masyarakat sendiri agar dia dapat hidup dengan baik, sehingga manusia menjadi kenyataan yang dibentuk oleh masyarakat
Apabila manusia melupakan bahwa masyarakat adalah ciptaan manusia, dia akan menjadi terasing atau tealinasi (Berger, dalam terjemahan M.Sastrapratedja, 1991)
Manusia dan kebudayaan, atau manusia dan masyarakat, oleh karena itu mempunya hubungan keterkaitan yang erat satu sama lain. Pada kondisi sekarang ini kita tidak dapat lagi membedakan mana yang lebih awal muncul manusia atau kebudayaan. Analisa terhadap keberadaan keduanya harus menyertakan pembatasan masalah dan waktu agar penganalisaan dapat dilakukan dengan lebih cermat.






BAB IV
A.    Kesimpulan
Secara sederhana hubungan manusia dan kebudayaan adalah sebagai perilaku kebudayaan dan kebudayaan merupakan objek yang dilaksanakan manusia. Dalam ilmu sosiologi manusia dan kebudayaan dinilai sebagai dwi tunggal yang berarti walaupun keduanya berbeda tetapi keduanya merupakan satu kesatuan. Manusia menciptakan kebudayaan setelah kebudayaan tercipta maka kebudayaan mengatur kehidupan manusia yang sesuai dengan nya.
B.     Saran
Manusia hidup karena adanya kebudayaan, sementara itu kebudayaan akan terus hidup dan berkembang manakala manusia mau melestarikan kebudayaan dan bukan merusaknya. Degan demikian manusia dan kebudayaan tidak dapat dipisahkan satu sama lain, karena dalam kehidupannya tidak mungkin tidak berurusan dengan hasil-hasil kebudayaan, setiap hari manusia melihat dan menggunakan kebudayaan, bahkan kadang kala disadari atau tidak manusia merusak kebudayaan.
Maka dari itu, sebagai manusia yang berbudaya kita harusnya mampu untuk terus dan tetap berbudaya sebagaimana hakikat kita sebagai manusia.


Daftar Pustaka
Digital Books Universitas Gunadarma

Komentar

Postingan Populer